Kasus perselingkuhan di Indonesia begitu marak dan banyak terkuak melalui media sosial. Apabila menguak psikologi penyebab selingkuh, ternyata alasannya lebih dari satu faktor.
Baik itu dari segi kurang puasnya pasangan akan emosional dalam pernikahan sampai keinginan untuk menemukan cinta yang baru.
Bagaimana para psikolog menanggapi kasus perselingkuhan yang kerap terjadi di Indonesia. Apa alasannya perselingkuhan menjadi problematika yang kerap muncul?
Penyebab Perselingkuhan dari Sudut Pandang Psikologi
Baru-baru ini, media sosial kembali dihebohkan dengan kasus perselingkuhan yang melibatkan pramugari serta pilot.
Kasusnya pun dapat diketahui setelah sang istri sah yang notabene adalah seleb TikTok Ira Nandha membagikan riwayat chat suami dan selingkuhannya.
Pada postingan wanita yang kerap disapa dengan Ibu Kavi ini, sang suami telah ketahuan selingkuh sebanyak 6 kali dan telah 5 kali bersama dengan perempuan yang sama.
Ira Nandha juga mengaku bahwa selama ini telah berusaha menutupi perbuatan suaminya dan bertahan 4 tahun dengan diam. Namun, kesabaran pun ada batasnya dan sang istri membeberkan perselingkuhan suaminya tersebut.
Hasil dari kasus ini pun membuat suami yang merupakan pilot Citilink sekaligus selingkuhan yang merupakan pramugari dibebastugaskan sementara untuk diperiksa.
Belajar dari kasus perselingkuhan pramugari dan pilot ini, Kelly Campbell, Ph.D., seorang profesor psikologi dari Universitas California mengungkapkan ada tiga kategori alasan selingkuh, yaitu individu, hubungan dan situasional.
Menurutnya, sekali berselingkuh maka akan selalu melakukannya disebabkan oleh individu untuk berselingkuh. Hal ini membuat kualitas seseorang rentan melakukan perselingkuhan.
Alasan karena hubungan dipicu dengan ketidakpuasan hubungan yang dimiliki saat ini, baik karena kehidupan seks maupun perbedaan dalam kepribadian.
Terakhir, pada alasan situasional mengacu pada orang yang tidak punya kepribadian untuk berselingkuh namun karena faktor lingkungan, maka hal tersebut pun terjadi.
Indonesia sendiri menjadi negara yang menduduki peringkat kedua di Asia dengan kasus perselingkuhan tertinggi.
Survei dari Just Dating mengungkapkan bahwa kasus perselingkuhan banyak terjadi pada usia 30-39 tahun sebesar 32%.
Dilanjutkan pada usia 19-29 tahun sebanyak 28%. Angka terendah ada pada usia 40-49 tahun sebanyak 24%.
Penting untuk menanggapi masalah ini dengan serius apalagi jika sedang merencanakan pernikahan atau mencurigai tanda selingkuh dari pasangan.
Berbicara dengan pasangan sampai melibatkan konselor menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan konflik rumah tangga yang disebabkan oleh perselingkuhan.
Menanyakan kepada pasangan apakah ingin melanjutkan hubungan atau tidak menjadi penting untuk bisa mengambil langkah selanjutnya.
Begitu juga dengan menanyakan kepada diri sendiri untuk bisa mempercayai pasangan kembali apabila memutuskan untuk rujuk.
Harapannya tentu saja bagi kedua belah pihak untuk mencapai kedamaian dalam kehidupan pernikahan maupun memutuskan untuk berpisah.
Memahami psikologi penyebab selingkuh ini pun menjadi penting sejak awal ketika memutuskan diri untuk menikah.