Pernikahan bukan hanya tentang hubungan emosional antara dua individu, tetapi juga sebuah ikatan yang penuh dengan nilai-nilai keagamaan dan kewajiban. Salah satu hal yang melekat saat melangsungkan akad nikah adalah mahar pernikahan.
Dalam Islam, mahar dapat dimaknai sebagai simbol cinta, keseriusan, serta tanggung jawab dalam sebuah pernikahan. Oleh karena itu, pemberian mahar adalah kewajiban suami dan mahar merupakan hak bagi seorang istri. Berkaitan dengan hal tersebut, penting untuk memahami lebih dalam tentang mahar yang akan diulas di artikel ini:
Apa Itu Mahar?
Istilah mahar berasal dari Bahasa Arab, yakni al-mahr yang bermakna pemberian untuk seorang wanita karena adanya akad. Kemudian, dalam ilmu fiqih, istilah mahar memiliki arti yang jauh lebih luas, yakni sesuatu yang diberikan sebagai alasan karena terjadinya hubungan intim atau hilangnya keperawanan seorang wanita dalam ikatan pernikahan.
Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mahar mengandung arti pemberian wajib dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita berupa uang maupun barang lain saat dilangsungkannya akad nikah. Dengan begitu, mahar adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh calon pengantin pria terhadap calon pengantin wanita.
Oleh karena itu, mahar tidak bisa disebut sebagai seserahan atau hadiah. Kemudian, kepemilikan mahar setelah akad nikah adalah milik istri sepenuhnya dan suami tidak lagi memiliki hak atas mahar tersebut.
Suami hanya berkah untuk memelihara tidak boleh menggunakannya. Jika suami menggunakan mahar tersebut untuk kepentingan sendiri, maka dalam Islam hukumnya adalah dosa. Hal ini telah termaktub dalam surat An-Nisa ayat 20.
Apa Makna Mahar Dalam Pernikahan?
Mahar merupakan hal sakral yang wajib dipersiapkan oleh calon pengantin pria sebelum menikahi calon pengantin wanita. Pasalnya, mahar tidak hanya sekedar formalitas melainkan memiliki makna yang dalam. Adapun makna dari mahar dalam pernikahan yaitu sebagai berikut:
1. Sebagai Pemberian dari Mempelai Pria Kepada Mempelai Wanita
Menurut Ustadz Abu Rosyidah, M.Ag., sebagai Dewan Konsultasi Bimbingan Islam (BIAS)Â menjelaskan bahwa dalam bahasa Arab, istilah untuk mahar adalah Al Shidaq. Istilah Al Shidaq merujuk pada pemberian dari mempelai pria kepada mempelai wanita sebagai bukti kejujurannya dalam niat untuk menikah serta sebagai tanda baiknya perlakuan yang akan diberikan kepada calon istri.
Dengan demikian, secara etimologi, Al Shidaq berarti kejujuran. Kemudian, mahar juga merupakan salah satu hal pertama yang wajib dipenuhi bagi calon suami kepada istri sehingga mahar tidak bisa diartikan sebagai hadiah semata maupun seserahan. Dengan diberikannya mahar, maka menunjukkan bahwa suami dapat memberikan nafkah duniawi maupun akhirat yang baik kepada istrinya.
2. Sebagai Simbol Penghargaan dan Penghormatan
Pemberian mahar oleh seorang suami kepada istrinya adalah bentuk penghargaan dan penghormatan. Tindakan ini mencerminkan apresiasi suami terhadap peran istri dalam kehidupannya serta pengakuan akan nilai-nilai yang dibawa oleh istri dalam pernikahan mereka.
3. Sebagai Bukti Cinta dan Perhatian
Mahar adalah simbol kasih sayang dan perhatian suami pada istrinya. Tindakan ini tidak hanya menunjukkan keterlibatan emosional, tetapi juga komitmen finansial dalam pernikahan. Mahar mencerminkan kesediaan suami untuk memberikan dukungan sepenuh hati, baik secara emosional maupun materiil, kepada istrinya.
4. Sebagai Bentuk Keamanan dan Perlindungan
Mahar juga berperan sebagai bentuk perlindungan bagi istri dalam pernikahan. Dalam situasi perceraian, istri berhak mempertahankan maharnya sebagai jaminan keamanan finansial. Hal ini memastikan bahwa istri dilindungi secara ekonomi dan memiliki keamanan dalam menghadapi naik turunnya kondisi ekonomi rumah tangga maupun perubahan status pernikahan.
5. Sebagai Simbol Nilai Keharmonisan
Pemberian mahar dapat meningkatkan keharmonisan dalam pernikahan yang ditandai dengan suami senantiasa berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan istri secara finansial dan emosional. Tindakan ini menciptakan keseimbangan dan harmoni dalam hubungan serta memperkuat ikatan antara suami dan istri.
Syarat Mahar Pernikahan
Ketika memberikan mahar pernikahan, calon suami perlu memperhatikan sejumlah ketentuan yang telah ditetapkan. Adapun syarat pemberian mahar yang wajib dipenuhi yakni sebagai berikut:
1. Benda Berharga
Mahar wajib berbentuk harta maupun benda yang bernilai. Dengan demikian, mahar tidak dianggap sah jika diberikan dalam bentuk yang tidak bernilai. Meskipun dalam Islam tidak ada ketentuan khusus mengenai nominal mahar yang diberikan, namun jika mahar tersebut bernilai walaupun nominalnya sedikit, tetap dianggap sah.
2. Barang Suci dan Bermanfaat
Karena mahar diberikan sebagai simbol keamanan serta perlindungan, maka mahar wajib berupa barang suci dan dapat dimanfaatkan. Jadi, mahar tidak akan sah dalam Islam jika berupa darah, babi, maupun khamer. Pasalnya, barang-barang tersebut tidak bernilai dan hukumnya haram.
3. Barang Bukan Hasil Ghasab
Ghasab merupakan mengambil barang orang lain tanpa adanya izin, namun tidak ada maksud untuk memilikinya serta berniat untuk mengembalikan barang tersebut lain waktu. Dengan demikian, mahar tidak boleh berasal dari hasil ghasab. Jadi, jika barang ghasab dijadikan sebagai mahar, maka pemberian maharnya tidak sah. Namun, akad nikahnya akan tetap dianggap sah.
4. Bukan Barang dengan Keadaan Tidak Jelas
Mahar harus diberikan dalam bentuk barang yang memiliki nilai, suci, dan jelas jenisnya. Barang rampasan tidak boleh dijadikan mahar karena tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Pasalnya, mahar menjadi ukuran keseriusan calon suami terhadap calon istri sehingga penting untuk diberikan dengan penuh kejelasan dan kesungguhan.
5. Tidak Ada Batasan Nilai Mahar
Pada dasarnya Islam tidak membatasi nilai mahar namun dianjurkan untuk memberikan mahar yang tidak terlalu rendah maupun terlalu tinggi. Oleh karena itu, penentuan jumlah mahar dapat disesuaikan dengan kesepakatan dan kemampuan bersama antara kedua belah pihak. Pasalnya, setiap pasangan masing-masing memiliki kebutuhan dan budget yang berbeda-beda.
Dilansir dari website NU Online, ulama bersepakat jika nominal mahar tidak disebutkan batas maksimalnya. Namun, terdapat ulama yang memiliki pendapat berbeda terkait batas minimal pemberian mahar, yakni:
- Menurut Imam Syafi’i, Abu Tsaur, Ahmad, Ishak, serta fuqaha Madinah dari Tabi’in, menyatakan jika pemberian mahar tidak memiliki batas minimal, namun harus memiliki nilai dan berharga.
- Kemudian, menurut Imam Malik, batas minimal pemberian mahar yakni seperempat dinar atau yang setara dengan nilai tersebut.
- Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, pemberian mahar minimal yaitu 10 dirham. Namun, ada juga yang menyatakan 5 dirham maupun 40 dirham.
Apa Saja Jenis Mahar?
Ulama fiqih sepakat jika terdapat dua jenis mahar pernikahan dalam Islam, yakni mahar musamma dan mahar mitsil. Adapun perbedaan dari kedua jenis mahar tersebut yakni sebagai berikut:
1. Mahar Musamma
Ini adalah jenis mahar yang telah disebutkan atau dijanjikan kadar serta besarannya saat akad nikah dilangsungkan. Mahar musamma wajib diberikan secara penuh apabila telah bercampur/bersenggama, atau salah satu dari suami maupun istri meninggal.
Kemudian, jika kasusnya ternyata suami dan istri tersebut sudah bercampur namun nikahnya rusak karena sebab tertentu, misalnya sebelumnya disangka perawan ternyata sudah janda, ternyata istri adalah mahram sendiri, atau hamil dari mantan suami sebelumnya. Maka, mahar jenis ini harus dibayar sepenuhnya.
Namun, apabila istri sudah diceraikan sebelum bercampur, maka suami hanya wajib membayarkan setengah dari mahar tersebut.
2. Mahar Mitsil
Kebalikan dari mahar musamma, pada mahar mitsil, kadar atau besarannya tidak disebut saat sebelum maupun sesudah akad nikah. Mahar ini ditentukan dengan mempertimbangkan mahar yang diterima oleh keluarga dekat, dengan memperhitungkan kecantikan, pendidikan, status sosial, dan faktor lainnya.
Nominal mahar mitsil ini seharusnya sebanding dengan mahar yang diterima oleh saudara perempuan calon pengantin wanita, seperti bude, bibi, anak perempuan bude atau bibi, dan lain sebagainya. Jika tidak ada saudara perempuan, maka nominal mahar mitsil dapat ditentukan berdasarkan standar wanita lain dengan status sosial yang sama.
Mahar mitsil juga dapat diterapkan dalam situasi sebagai berikut:
- Ketika dilangsungkan akad nikah, nominal mahar tidak disebutkan, kemudian apabila suami dan istri sudah bercampur ataupun meninggal sebelum bercampur.
- Jika mahar mitsil belum dibayar namun suami telah bercampur dengan istri dan pernikahannya ternyata tidak sah.
Hukum Mahar Dalam Islam
Islam menganggap mahar adalah syarat pernikahan yang penting untuk ditunaikan. Oleh karena itu, syariat mahar dalam akad nikah sudah diatur langsung oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, dalil tentang mahar telah termaktub dalam surat An Nisa.
Dalam surat An Nisa ayat 4, menyatakan bahwa mahar wajib diberikan pada wanita yang ingin dinikahi dengan penuh kerelaan. Kemudian, bagi wanita yang telah diberikan mahar, terima dan nikmati mahar tersebut dengan senang hati.
Kemudian, pada surat An Nisa ayat 24, disebutkan jika mahar wajib diberikan sebagai imbalan/mas kawin ketika pria ingin menikah dengan wanita. Dengan demikian, dapat diketahui jika adanya mahar dalam akad nikah adalah hal yang esensial dan hukumnya wajib dalam Islam.
Pasalnya, mahar dapat dijadikan sebagai suatu bentuk penghormatan pada wanita. Dengan memberikan mahar, maka suami menunjukkan keseriusannya akan memberikan nafkah yang baik dan halal bagi istrinya untuk kepentingan dunia dan juga akhirat.
Menurut Syekh Muhammad bin Qasim dalam Fathul Qarib, terdapat dasar hukum dan juga ketentuan mahar. Adapun ketentuan mahar yakni hal apapun yang sah, baik itu barang maupun jasa dan sifatnya sah untuk dijadikan sebagai mahar/ mas kawin.
Dalam Islam sendiri tidak ada ketentuan minimum maupun maksimum tentang mahar. Bahkan, dalam sebuah hadist, Nabi Muhammad SAW pernah menyatakan jika cincin yang terbuat dari besi pun dapat dijadikan sebagai mahar.
Namun, beberapa ulama menyatakan, mahar sebaiknya minimal 10 dirham maksimal yakni 500 dirham. Sementara itu, satu dirham sama nilainya dengan 2.975 gram perak.
Itulah ulasan yang menarik tentang mahar pernikahan, yakni pemberian wajib dari calon mempelai pria kepada mempelai wanita sebagai salah satu syarat utama pernikahan. Dalam Islam, mahar dinilai penting dalam ikatan pernikahan sehingga kedua mempelai patut mematuhi segala syarat maupun hukum yang berlaku.
FAQ
Mahar yang baik itu seperti apa?
Mahar yang baik adalah mahar yang paling mudah/ringan namun tetap bisa disebut harta, dihargai dalam masyarakat, layak diperdagangkan, dan bernilai.